“kenapa kamu tega menghianati aku Miko ? apa salahku selama 1 tahun kita bersama ? apa ?! katakan padaku Miko !!” aku tak dapat lagi menahan rasa sakit hati yang meluap-luap di dada. Aku tidak peduli jika ia menganggap aku wanita yang cengeng. Aku menangis di hadapannya karena aku tidak bisa lagi mentolerir perbuatannya kali ini. Miko, kekasihku yang sudah menghiasi hari-hariku selama 1 tahun kini berhianat dengan wanita lain. Aku tidak tau siapa wanita itu, aku tidak mengenalnya, tetapi Miko sendiri yang mengaku kepadaku kalau ia sudah mengecewakan aku dan meminta padaku untuk mengakhiri hubungan kami karena ia merasa sudah tidak mungkin untuk melanjutkan semuanya ini.
“aku sungguh minta maaf Sharon, tapi aku tidak bisa lagi bersamamu. Maafkan aku...” Miko tidak memberiku kesempatan untuk berbicara, ia langsung pergi meninggalkan ruang tamu rumahku yang hanya berisikan kami berdua. Tangisku pecah saat mendengar pintu rumahku tertutup. Miko sudah benar-benar pergi, ia tidak akan kembali lagi, ia ternyata serius dengan perkataannya. Aku bodoh sekali telah mempercayainya. Ini semua kesalahanku dan aku layak menerimanya.
Aku hanya tinggal dirumah bersama dengan Bi Lastri dan supirku Mas Seno. Orangtuaku selalu sibuk mengurus bisnis di luar kota atau luar negri. Meskipun begitu aku tidak pernah merasa kesepian karena mereka berdua selalu menghibur dan menemaniku. Tentu saja, karena Bi Lastri dan Mas Seno sudah mengasuhku sejak bayi sampai sekarang aku menjadi mahasiswi, aku tetap masih membutuhkan mereka.
Ketika Miko memutuskan hubungan kami aku pun menceritakan semuanya kepada mereka. Aku menangis di pelukkan Bi Lastri wanita paruh baya itu. Ia membelai rambutku dan menenangkan aku seperti anaknya sendiri. Walau Miko tidak mencintaiku tetapi aku beruntung karena masih mempunyai mereka yang menyayangiku. Untuk itu aku berjanji tidak akan terpuruk karena dia.
“loh non Sharon kok belom ganti baju sih ? Tuan sama nyonya udah nunggu di bawah untuk makan malam dari tadi, cepetan ya non abis itu non langsung turun.” Ujar Bi Lastri yang sudah bolak-balik ke kamar untuk mengingatkan aku berulang kali.
“iya iya, bilang sama mama dan papa suruh tunggu ya bi. Aku bentar lagi turun, mau siap-siap dulu.” Kataku lalu menutup pintu kamar dan menguncinya setelah bi Lastri keluar. Aku rasa aku tidak bisa menepati janjiku, aku rasa aku lebih baik mati daripada tidak bersama Miko. Aku tidak bisa hidup tanpanya. Diriku hampa tanpa kehadiranya, tanpa senyum manisnya, serta canda tawanya. Sudah 1 bulan aku mengambil cuti kuliah karena aku merasa belum sanggup untuk mengikuti pelajaran mata kuliahku semenjak Miko meninggalkanku. Dan kini mama dan papaku baru saja kembali dari Manado tadi pagi. Entah mengapa kepulangan mereka kerumah pun tidak bisa menghibur hatiku yang sedang terguncang. Maafkan aku ma, pa... aku bukan anak yang baik, aku rasa aku tidak bisa makan malam bersama lagi dengan kalian, untuk selamanya... selamat tinggal... Aku menelan banyak obat tidur yang ada di laci lemari kamarku malam itu. Aku berniat untuk mengakhiri rasa sakit ini. Aku yakin setelah aku meminum semua obat tidur ini aku akan merasa tenang dan rasa sakit itu tidak akan muncul lagi. Beberapa menit kemudian aku merasa tubuhku mati rasa, aku jatuh tergeletak ke lantai dan mengalami kejang-kejang.
Dari luar pintu kamar aku masih bisa mendengar mama dan papaku yang terus mengetuk-ngetuk pintu dan berteriak dengan cemas. Aku dengar mereka meminta bantuan pada Mas Seno untuk mendobrak pintu kamarku.
Tidak...ma, pa.. kalian jangan masuk... aku tidak ingin kalian menangisi anak kalian yang bodoh ini...
Mataku mulai meredup, perlahan tertutup dan aku tidak tau lagi apa yang terjadi setelah itu. Aku rasa aku sudah mati ? Ya, baguslah! Rencanaku berhasil! Ucapku dalam hati.
Harapanku ternyata tidak terkabul. Orangtuaku membawaku ke rumah sakit tepat waktu sehingga aku berhasil diselamatkan. Aku sempat tidak sadarkan diri selama 2 bulan, dan sekarang aku sudah keluar dari rumah sakit itu. Mama dan papaku tampak terpukul dengan kejadian ini. Mereka menangis begitu mendapati aku tersadar dari koma. Aku sungguh seperti anak durhaka. Aku berdosa kepada mereka berdua dan terutama kepada Tuhan. Bagaimana bisa aku melakukan percobaan bunuh diri hanya karena seorang pria ? maafkan aku Tuhan..